Dia: A Story
Braak
Suara kursi ditendang mengagetkan semua yang berada di ruangan berwarna putih yang ditempati. Terlihat seorang laki-laki yang wajahnya merah menahan emosi sembari memaki-maki menunjukkan seberapa kuat emosi yang dirasakannya. Dua orang laki-laki lain yang ada di dalam ruangan pun beranjak menghampiri laki-laki berbaju merah itu.
"Apaan sih lu Jaya? Datang-datang marah kagak jelas." tegur laki-laki bertubuh tinggi dengan rambut sebahu
Laki-laki berbaju merah itu ternyata bernama Jaya. Terlihat lelaki berambut sebahu ingin mengatakan sesuatu lagi tetapi terpaksa diam setelah melihat sorot mata Jaya.
"Lu diem dulu Ko. Sudah berapa lama lu kenal Jaya kaya ketemu kemarin sore. Dia lagi emosi, jangan sampe malah lu kena sasarannya" ucap lelaki berambut pendek dengan kacamata.
Jaya yang sedang dibicarakan tidak menggubris mereka berdua. Karena bagi Jaya melampiaskan amarah lebih penting dibandingkan mendengarkan ucapan tidak berguna sahabatnya. Karena lelah meluapkan segalanya, Jaya memilih duduk di dekat jendela. Lelaki berambut pendek itu pun mendekati Jaya.
"Gua gak akan nanya. Seperti biasa, kami bakalan nunggu lu cerita." ucap lelaki itu.
"Sebentar Adan. Lu tau gimana kalo gua emosi. Sebentar aja." sahut Jaya sembari memberikan kursi pada lelaki yang ternyata bernama Adan.
Beberapa menit pun berlalu tiada satupun yang berbicara. Lelaki berambut sebahu yang ternyata bernama Eko pun mendekat kepada para sahabatnya dengan hati-hati dan tanpa bicara apapun. Mereka bertiga akhirnya duduk melingkar. Jaya yang emosinya perlahan stabil mulai berbicara.
"Dia pergi. Karena dia berselisih pendapat dengan lu kemarin. Dia melarikan diri Adan. Gua cuman nyuruh tenang bukan memberikan ijin buat hengkang." cerita Jaya
Adan yang mendengarnya pun hanya bisa menghela napas. Eko pun menggelengkan kepala tanda tidak habis pikir dengan jalan pikiran pujaan Jaya itu. Memang kemarin antara Adan dan pujaan Jaya sedikit berbeda pendapat mengenai kondisi Jaya. Sebenarnya masalah sepele hanya karena Adan tidak mau menemani Jaya pergi ke rumahnya. Sedangkan Adan tau, Jaya sedang sibuk dengan pekerjaannya karena mendekati akhir tahun. Perbedaan karakter dari awal akhirnya mencapai titik akhir.
"Maaf, bukan maksud gua bikin lu begini bro." jawab Adan
"Masa lu yang minta maaf sih Dan? Kan Dia yang duluan. Seandainya Dia gak cerita sana-sini gak bakalan begini" sahut Eko memotong pembicaraan mereka
Adan yang mendengarnya pun hanya bisa memberikan tatapan tajam pada Eko. Jaya yang melihat pun akhirnya tertawa sebentar.
"Ko, sudah. Dan, bukan salah lu. Masalah kemarin bukan masalah awalnya tapi cuman sebagai pemicunya." jelas Jaya
Adan dan Eko pun hanya bisa memberikan tepukan bahu terhadap sahabatnya Jaya.
"Terus lu gimana sekarang?" tanya Eko
"Gak gimana-gimana. Dia yang melarikan diri dari gua, secara tidak langsung dia siap buat gak ada dalam kehidupan gua. Seandainya dia meninggalkan jejak, gua bakalan cari dia tapi dia melarikan diri menurut seluruh akses. Gua harus gimana selain berhenti" jelas Jaya dengan tatapan sendu.
"Lu masih sayang bro?" tanya Adan hati-hati
Jaya yang mendengarnya pun sedikit tersenyum disorot matanya terlihat nuansa sedih sembari menjawab pertanyaan itu dengan nada pelan. Adan dan Eko hanya bisa menatap sendu.
"Gua terlanjur kecewa"
- END -
lanjutkan ceritanya ka,, kasian yang terlanjur kecewa
BalasHapusBenar kak, kasihan Jaya. Lagi menghibur diri dia kak
HapusSudah end kah?
BalasHapusGantung kak, kalo ceritanya gak tau kapan lanjut hehe
HapusWaduh patah hati deh. kasihan banget 🥴 lanjut ceritanya ...
BalasHapusIyaaa kasihan Jaya
Hapus