Rindu Tanpa Kata Rindu: A Poetry

 Tulisan ini terinspirasi dari teman serumah di Oosthaven yaitu kakak Purwosari. Puisi ini tercipta karena sedang menunggu ide pulang. Mari nikmati bersama puisi yang tidak terlalu menarik ini.

Rindu Tanpa Kata Rindu 

Oleh penulis


Malam semakin menunjukkan surganya 

Bintang bersinar menari bersama sang rembulan 

Semuanya menjadi penikmat pertunjukan mereka

Tapi tetap tidak bisa menyurutkan perasaan yang menyesakkan 


Aku tertawa dengan mata menyimpan luka 

Rasa perihnya menggerogoti perlahan

Tidak memberikan jeda bagi sakit menyapa

Rasanya tidak pernah tertahankan 


Apa yang salah dariku?

Mengapa semakin dirasa semakin menikam jiwa?

Bagaimana cara agar sembuh dari deritaku?

Siapa yang bertanggungjawab menjawabnya?


Ah, jiwaku semakin sekarat

Penuh luka sana sini tak terkira 

Apakah ajalku semakin dekat?

Lucu sekali, mendekati kematian tanpa harus diminta


Semua semakin terasa menyiksa

Kala wajahmu semakin terlihat dimata

Sungguh, kenapa harus sekarang mengingatmu?

Semua tentang kehidupan yang telah tiada


Bagaimana malam-malam dirimu, sayangku?

Malam dimana tidak ada lagi diriku 

Kehidupan yang terasa menyenangkan dulu

Apakah masih dirasakan oleh jiwamu?


Silahkan bandingkan dan rasakan

Kemudian jelaskan dimana perbedaan 

Benarkah seperti yang dirimu bayangkan

Ataukah dirimu terhempas oleh kenyataan 


Silahkan, apabila banyak tanya di benakmu

Bagaimana malam-malam dirimu tanpamu?

Bagaimana kehidupan tanpa hadirmu?

Apakah jiwaku lebih tenang dibandingkan saat bersamamu?


Jawabanku bisa jadi sedikit mengusik harga dirimu yang tinggi 

Karena diriku tetap tenang walaupun sendiri

Malam-malamku selalu menyenangkan hati

Kehidupanku pulih dan membaik setelah dirimu hancurkan sesuka hati


Semua perkataan itu hilang tak tersisa 

Bagaimana bisa ada saat mulutku tak terasa

Lidahku membeku karena cinta

Perasaan yang ada semakin membuatku tak berdaya 


Ah, bagaimana harus diriku bersikap?

Untaian kata ini mulai hilang bertahap 

Memberikan rasa yang begitu pengap

Jiwa-ku perlahan semakin kuat meratap 


Apakah diriku akan mati Karena Puisi

Kapuk sendu tanpa tau diri mulai bersemi 

Benang-benang ingatan kehidupan kala silih berganti 

Berusaha merajut paksa kata yang dicipta dengan hati-hati 


Nyatanya semakin kusut dan tak terbentuk sampai-sampai terikat elegi

Sungguh, jiwaku semakin menjadi hal yang tidak tau diri 

Mencoba menyandra jiwa-mu lain yang berada di alam hati

Menuangkan segala rasa yang memuakkan di sanubari 


Membuat candu jiwaku yang berubah menjadi pengabdi

Kala tidak akan pernah merestui diriku membebaskan rasa sesak ini

Jiwa-ku yang tidak tau diri malah menjadi-jadi tanpa peduli 

Bahwa batasan angka akan selalu menghantui 


Para penyair satu persatu telah mati meninggalkan diriku sendiri 

Kata-kata mereka mungkin terukir abadi tapi perasaanku hanya padamu seorang diri

Mengulang nada-nada terkutuk dari simfoni yang menyiarkan pesona dirimu sendiri 

Di setiap sudut ingatanku yang menjadi pengabdi 


Pemakaman Jiwa, 20 Juni 2024






Komentar

  1. PemakamanJiwa mengingatkan aku pada kematian. Tentang rindu yang tak pernah lagi bangun dan bertumbuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Musuh rindu memang kematian kak. Karena memutuskan apa yang tumbuh

      Hapus
  2. puisinya serasa bercerita tentang kemalangan dan kehilangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena rindu bukan kepada mereka yang masih bernapas kak

      Hapus
  3. Rindu itu ternyata menyakitkan, ya. Sampai sesakit itu. Hiks

    BalasHapus
  4. Penyakit tanpa obat ya Rindu, karna obatnya harus bertemu, hehe..

    BalasHapus
  5. Puisinya bagus banget kak. Puisi tentang rindu dan cinta memang selalu bikin menyentuh di hati

    BalasHapus
  6. Pas banget judulnya sama kondisi disaat ini, sedang merindukan seseorang hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amparan Tatak dan Cara Membuatnya

Dia: A Story