Sarapan: A Story
Perkenalkan namaku Yanto dengan nama lengkap Noviyanto. Jangan tertawa kalian yang membaca namaku ya. Memang benar namaku sedikit unik alias tidak tau milih gendernya yang mana. Pastinya karena nama panggilanku sudah dapat dipastikan bahwa aku merupakan laki-laki tulen dan original tidak oplosan. Sungguh, kalian yang membaca namaku jangan tertawa. Soalnya itu pemberian ayahanda tercinta. Tertawa sedikit saja kalian akan mampus ditelan kehidupan yang penuh lawak.
Duh, gara-gara kalian ini aku hampir saja aku lupa mwmbuat sarapan sebelum berangkat kerja. Apa pekerjaanku? Sungguh ya kalian ini bannyak sekali maunya. Pekerjaanku bukan tempat yang dingin di dalam ruangan. Melainkan dingin karena berada di hutan belantara. Bukan, bukan sebagai penebang liar melainkan penambang tradisional. Biasanya dikenal dengan penambangan liar walaupun sama-sama liar tapi pekerjaanku sedikit elit. Loh, gimana gak elit pekerjaan yang menghasilkan emas. Emas! Iya emas yang kuning itu loh apalagi harga emas lagi melambung tinggi. Setinggi harapan memiliki dia tapi tidak tercapai begitu saja.
Baiklah, hari ini giliranku memasak sarapan sebelum aku berangkat menuju tempat kerja yang berada di hutan belantara Kalimantan. Tempatnya memang sedikit aesthetic dengan tebing disekelilingnya. Rumah sementara yang ditempati ada dua, satu tempatku berada sekarang di timur dan diseberang barat sana. Benar sekali, di tengah-tengah ada bendungan yang di dalamnya ada berbagai jenis makhluk hidup dari yang bisa dimakan sampai bisa memakan manusia. Apalagi kalau bukan buaya darat eh buaya sungguhan.
Perlengkapan memasak sudah disiapkan dan ditata. Hal pertama yang perlu dimasak adalah nasi. Gampang sih ya masak nasi ini tinggal kasih air doang. Tanpa basa basi langsung saja aku masukkan beras ke dalam panci serta tidak lupa tambahkan air setengah dari panci. Jangan khawatir api sudah disediakan dengan baik. Tidak lupa beras yang sedang dimasak sambil terus aku aduk. Lama kelamaan air menyusut karena merasa kurang lalu kutambahkan saja air. Namun, kejadian selanjutnya membuatku tidak berkutik.
Isi panci yang sedang aku aduk tiba-tiba naik ke atas dan luber kemana-kemana. Ternyata oh ternyata mau masak nasi yang jadi malah nasi ransum yang jadi. Mau gimana lagi yang sudah terjadi biarlah terjadi. Hari ini menu makannya tidak lain dan tak bukan adalah nasi ransum alias bubur.
"Ayok, guys. Makan!!! Nasi sudah jadi" teriakku sambil memukul tutup panci.
"Woy, yang bener aja? Masa dah selesai. Jangan-jangan kamu cuman bikin nasi aja Yanto." sahut Mas Brata, dia merupakan kawan sekaligus bos kami disini.
Aku yang mendengarnya hanya bisa nyengir saja. Sudahlah, biarkan saja bos berlalu begitu saja. Aku pun memanggil kawan-kawan yang lain dengan suara lantang sekali lagi tidak lupa dengan tetap memukul tutup panci. Tanpa menunggu waktu yang lama kawan-kawan pun berdatangan sambil membawa piring masing-masing.
"Yanto, sialan! Kau masak nasi apa mau bikin acara di bulan suro." teriak bang Togar setelah melihat isi panci yang melimpah ruah dengan nasi terlalu masak alias bubur.
"Lah, yang bener aja bang? Masa makan bubur seharian." sahut Kuncung sambil menggigiti sendok miliknya.
Beberapa suara sumbang pun menyahuti dengan riuh. Namun dihentikan segera oleh bos kami, siapa lagi kalau bukan mas Brata.
"Sudah-sudah, ayok makan yang ada. Jadi kita cepat mulai kerja" tegur mas Brata dengan tegas.
"Masa makan bubur aja bos? Mana sedap lah" sahut Kuncung lagi.
"Eh, ada cara makannya tau biar enak. Sini biar aku contohkan. Tuangkan bubur di atas piring lalu taburkan gula pasir secukupnya. Walaaa, jadi deh" jawabku sambil memberikan contoh kepada yang lain. Namun belum selesai aku berbicara mereka pun meneriakkan namaku dengan keras.
"YANTOOO, SIALAN!!! KAMI JUGA TAU ISH!!! gabungan suara Bos dan kawan-kawan lain yang terdengar cukup emosi.
-END-
Komentar
Posting Komentar